Kamis, 09 Juni 2011

Artikel Angkatan karya sastra Andi

Perbedaan Karakteristik Angkatan Karya Sastra Setiap Periode
Oleh : Andi Syahputra Harahap
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka (20-an)
1. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll.
2. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan
3. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama
4. Puisinya berupa syair dan pantun
5. Isi karya sastranya bersifat didaktis
6. Alirannya bercorak romantik
Karya Angkatan Balai Pustaka/Dekade 20-an, tokoh-tokohnya:
a. Marah Rusli dengan karyanya roman “Siti Nurbaya”.
b. Muhammad Yamin dengan karyanya kumpulan puisi “Tanah Air”,
e. Abdul Muis dengan karyanya roman “Salah Asuhan”.
d. Rustam Efendi dengan karyanya kumpulan puisi “Percikan Permenungan”.
e. Nur Sutan Iskandar dengan karyanya roman “Katak Hendak Jadi Lembu”.


Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Ciri-ciri Angkatan Pujangga Baru (30-an)
1. Menggambarkan pertentangan kehidupan orang-orang kota, soal emansipasi wanita
2. Hasil karyanya mulai bercorak kebangsaan; memuat soal kebangunan bangsa
3. Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan klise, pepatah, peribahasa
4. Puisinya bukan pantun lagi, muncul bentuk soneta dari Barat
5. Isinya masih mirip dengan Angkatan 20-an (tendensius dan didaktis)
6. Masih bercorak romantik
Karya Angkatan Pujangga Baru/Dekade 30-an dengan tokoh-tokohnya:
a. Sutan Takdir Alisyahbana dengan karyanya roman “Layar Terkembang” dan
kumpulan puisi “Tebaran Mega”.
b. Amir Hamzah dengan karyanya kumpulan puisi “Buah Rindu” dan “Nyanyi Sunyi”.
e. Armijn Pane dengan karyanya roman “Belenggu”.
d. Sanusi Pane dengan kumpulan puisinya “Madah Kelana” dan drama “Manusia
Baru”
e. Y.E. Tatengkeng dengan kumpulan puisinya “Rindu Dendam”.
f. HAMKA dengan romannya “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”.


Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Ciri-ciri Angkatan 45
1. Puisi-puisinya bercorak bebas, tidak terikat pembagian bait, baris, atau rima
2. Lebih bergaya ekspresionisme dan beraliran realisme
3. Bahasanya menggunakan bahasa sehari-hari, lebih mementingkan isi daripada bentuk
4. Puisinya berisi tentang individualisme dan prosanya mengemukakan masalah kemasyarakatan sehari-hari terutama dengan latar perang kemerdekaan
5. Karya sastranya lebih banyak mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal
6. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal
Karya Angkatan ‘45 dengan tokoh-tokohnya:
a. Chairil Anwar dengan kumpulan puisinya “Deru Campur Debu”.
b. Usmar Ismail dengan dramanya “Citra”
e. El Hakim dengan dramanya “Taufan di Atas Asia”.
d. Achdiat Kartamihardja dengan romannya “Atheis”.
e. Pramudya Ananta Toer dengan romannya “Percikan Revolusi”
Di era sekarang Pramudya terkenal dengan caturlogi roman Pulau Buru.
Angkatan 1950
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Ciri-ciri angkatan 50 antara lain,
1. gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang sederhana dari puisi liri,
2. gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada,
3. gaya ulangan mulai berkembang,
4. gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45,
5. gaya slogan dan retorik.
Karya Dekade 50-an dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1. Ayip Rosidi dengan novelnya “Sebuah Rumah Buat Hari Tua”.
2. Motinggo Boesye dengan dramanya “Malam Jahannam”.
3. Nh. Dini dengah novelnya “Hati yang Damai”.
4. Rendra dengan kumpulan puisinya “Balada Orang-orang Tercinta”.
Penyair ini masih kreatif sampai sekarang.
5. Mochtar Lubis dengan novelnya “Jalan Tak Ada Ujung”.
Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini.
Ciri-ciri Angkatan 66
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita
3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan
4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak mengemuka
5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi
6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah
Karya Angkatan ‘66 dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1. Taufiq Ismail dengan kumpulan puisinya “Tirani” dan “Benteng”.
2. Sapardi Joko Damono dengan kumpulan puisinya “Duka-Mu Abadi”.
3. Hartoyo Andangjaya dengan kumpulan puisinya “Buku Puisi”.
4. Bur Rasuanto dengan kumpulan puisinya “Mereka Telah Bangkit”.
5. Ramadhan KH dengan novelnya “Royan Revolusi” dan kumpulan puisi “Priangan
Si Jelita”.
Angkatan 1970
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1970, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.





Ciri-ciri angkatan 70 adalah
1. puisi bergaya mantra,
2. digunakan bahasa daerah secara menyolok,
3. dipergunakan asosiasi-asosiasi bunyi untuk mendapatkan gaya baru,
4. puisi-puisi imajisme menggunakan teknik tak langsung berupa gambaran-gambaran dengan lukisan-lukisan atau cerita kiasan,
5. gaya penulisan yang prosais dan berhubungan dengan gaya pisis imajisme,
6. puisi lugu, memepergunakan teknik pengungkapan ide secara polos dengan kata-kata serebral.
Karya Angkatan 70-an dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1. Sutardji Calzoum Bachri dengan kumpulan puisinya ”O Amuk Kapak”.
2. Iwan Simatupang dengan novelnya “Ziarah”.
3. Danarto dengan kumpulan cerpennya “Godlob”.
4. Y.B. Mangunwijaya dengan novelnya “Burung-burung Manyar”.
5. Putu Wijaya dengan novelnya ”Telegram”, dan drama “Dag Dig Dug”.
6. Kuntowijoyo dengan novelnya “Khotbah di Atas Bukit”
7. Yudhistira Ardi Noegraha dengan novelnya “Mencoba Tidak Menyerah”.
8. Arifin C. Noer dengan dramanya “Mega-Mega”.
9. Umar Kayam dengan novelnya “Para Priyayi”.
10. Ahmad Tohari dengan trilogi novel “Ronggeng Dukuh Paruk”.
Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002.

Karya Angkatan 2000 dengan tokohnya antara lain:
1. Emha Ainun Najib dengan kumpulan puisinya “Sesobek Buku Harian Indonesia”
dan drama “Lautan Jilbab”.
2. Seno Gumira Ajidarma dengan kumpulan cerpennya “Iblis Tidak Pernah Mati”.
3. Ayu Utami dengan novelnya “Saman” dan “Larung”
4. Jenar Mahesa Ayu dengan kumpulan cerpennya “Mereka Bilang Saya Monyet”.
5. N. Riantiarno dengan dramanya “Opera Kecoa” dan “Republik Bagong”:.
6. Yanusa Nugraha dengan kumpulan cerpennya “Segulung Cerita Tua” .
7. Afrizal Malna dengan kumpulan puisinya “Abad yang Berlari”.
8. Ahmadun Y. Herfanda dengan kumpulan puisinya “Sembahyang Rumputan”.
9. D. Zawawi Imron dengan kumpulan puisinya “Bantalku Ombak, Selimutku Angin”.
10. K.H. Ahmad Mustofa Bisri dengan kumpulan puisinya “Ohoi Puisi-puisi Balsem” dan “Gandrung”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar