Kamis, 09 Juni 2011

artikel andi syahputra harahap ( ICT )

Prosa Fiksi Dalam Sastra Anak
Oleh: Andi Syahputra Harahap
Secara umum unsur-unsur dalam prosa fiksi anak-anak tidak berbeda dengan unsur-unsur prosa fiksi lainnya (dewasa) hanya saja bentuk dan isi dalam fiksi anak lebih sederhana seperti kata The Pipiet (dalam Nurgiantoro,2005), sebenarnya menulis sastra anak lebih sederhana. Namun, kesederhanaan cerita anak sangatlah kompleks, yang ditandai standar baku, tidak rumit dan komunikatif. Dapat disimpulkan fiksi anak berbicara tentang kehidupan anak-anak yang menyangkut segala aspek termasuk yang mempengaruhi mereka.
Adapun unsur-unsur yang membangun fiksi anak adalah sebagai berikut:
1. Tema
Menurut Lukens secara sederhana tema dapat diartikan sebagai gagasan yang mengikat cerita, mengikat berbagai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebuah kesatupaduan yang harmonis. Jadi dapat dikatakan tema merupakan pengembangan sebuah cerita. Sebagai sebuah gagasan yang ingin disampaikan tema dijabarkan atau dikonkritkan lewat unsur-unsur intrinsik yang lain terutama tokoh, alur, dan latar. Tema sebuah cerita fiksi merupaka gagasan utama dan makna utama sebuah cerita.
Tema yang tepat digunakan untuk fiksi anak adalah yang bersifat menghibur, mendidik, dan inspiratif. Tema menghibur tepat untuk fiksi anak karena anak-anak akan lebih mudah tertarik untuk membaca, menghibur juga bisa menjadikan anak-anak termotivasi untuk memiliki hobi membaca dan menulis. Seperti cerita anak yang berjudul “Si Kabayan” yang menceritakan seseorang yang bodoh dan malas dengan tingkah-tingkah yang lucu. Selain memberi nasehat cerita tersebut sangat menarik buat anak karena memberi hiburan dan membuat anak tertawa.
Salah satu dominan dalam sastra atau dalam fiksi anak adalah unsur dan fungsi pendidikan. Buku-buku cerita fiksi sengaja difungsikan sebagai salah satu bacaan anak yang memberikan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sastra anak yang baik tidak harus berkesan berat, tebal, dan tua sehingga membuat anak merasa terbebani untuk membacanya. Agar tidak bosan, cerita fiksi anak sebaiknya tidak terdapat bacaan yang berceramah. Ada baiknya fiksi anak menceritakan kehidupan yang dialami anak-anak, seperti menyelesaikan pertengkaran atau seperti cerita anak yang berjudul “Si Badung Jadi Pengawas”.
Dalam cerita ini Elisabet Alen yang terkenal badung di sekolah, pada semester tiga di sekolah menjadi anak yang baik. Ia bahkan terpilih oleh anak-anak di sekolahnya menjadi seorang pengawas. Ia bertekat untuk menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Akan tetapi, dalam menjalankan tugasnya wanita berparas manis itu cenderung terlibat dalam kesulitan, mulai dari kehadiran Isabela si anak baru yang selalu memunculkan pertengkaran dan mempengaruhi anak-anak lain untuk tidak mematuhi peraturan yang selama ini mereka jalankan. Sampai pada akhirnya tanggung jawabnya sebagai pengawas sukses dan berhasil Karena kesabaran dan kesungguhannya. Dalam cerita ini memberi pendidikan kepada anak tentang tanggung jawab, kejujuran, persahabatan, kesabaran, dan kasih sayang.
Inspiratif berarti memberi kesan yang mendalam sehingga si anak tergerak melakukan hal yang secara tersembunyi disisipkan penulis. Menurut Lukens (2003) sastra hadir tidak untuk mengajar, melainkan membantu kita untuk memahami sesuatu. Biarkan anak menikmati cerita itu secara tidak langsung juga terbantu untuk memahami berbagai persoalan kehidupan yang diangkat menjadi tema, dan biarkan anak menemukan jati dirinya.
2. Penokohan
Tokoh-tokoh cerita adalah hal yang pertama-tama dan terutama menjadi fokus perhatian baik karena pelukisan fisik maupun karakter yang disandangnya. Untuk fiksi anak, jumlah tokoh pada umumnya tidak terlalu banyak. Mungkin dibatasi dengan satu sampai empat tokoh utama, dan lima tokoh pendukung untuk cerita fiksi yang panjang seperti novel.
Dalam cerita fiksi anak tokoh cerita tidak harus berwujud manusia, seperti anak-anak atau orang dewasa lengkap dengan nama dan karakternya, melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia. Tokoh cerita adalah sarana strategis untuk memberikan tujuan pendidikan yang dimaksud.
Dibandingkan dengan fiksi dewasa, cerita fiksi anak memang lebih jelas unsur dan tujuan mendidiknya, namun hal itu tidak harus diartikan bahwa unsur dan tujuan itu mematikan kwajaran unsur fiksi yang lain terutama unsur tokoh. Artinya, unsur dan tujuan mendidik itu haruslah secara implisit menjadi bagian cerita dan unsur fiksi yang memuatnya.
Sebuah cerita fiksi menjadi menarik dan bahkan mencekam karena terjadi pertentangan di antara ke dua kelompok tokoh yang berseberangan. Pertentangan yang lazim terjadi, apalagi dalam cerita anak, adalah antara tokoh yang berkarakter yang jahat. Tokoh yang golongan pertama lazim disebut sebagai tokoh protagonis, sedang yang kedua tokoh antagonis.
Dalam cerita fiksi anak pembedaan antara tokoh protagonis dan antagonis sering lebih eksplisit karena buku bacaan itu sekaligus berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai moral sebagaimana yang diperankan oleh tokoh protagonis.
3. Alur
Istilah yang biasa dipergunakan untuk menyebut alur adalah alur cerita, plot, atau jalan cerita. Pentingnya alur dalam fiksi anak memberikan rasa penasaran dan daya tarik membaca pada anak, bagi anak pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang terjadi, bagaimana kisah selanjutnya, bagaimana akhirnya, hal itu semua menunjukkan arti pentingnya alur dalam cerita fiksi anak.
Dalam kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh dan segala sesuatu yang digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur juga mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutan yang menarik tetapi juga terjaga kelogisan dan kelancaran ceritanya.
Lukens mengemukakan bahwa dalam cerita cerita fiksi anak konflik dapat berupa atau terjadi antara seseorang dengan dirinya sendiri, seseorang dengan orang lain, seseorang dengan masyarakat, dan seseorang dengan alam.
Konflik dapat terjadi di dalam batin seseorang dengan diri sendiri, konflik jenis ini lazim juga disebut sebagai konflik internal. Konflik yang terjadi di antara tokoh-tokoh cerita dapat digolongkan sebagi konflik eksternal, konflik antara seseorang dengan orang lain diluar diri sendiri. Konflik ini lazim terjadi antara tokoh protagonis dan antagonis harus menyangkut hal-hal yang lebih prinsipil yang dalam kaitannya dengan pengembangan alur harus lebih fungsional.
Dalam cerita fiksi anak tampaknya novel yang menampilkan konflik eksternal lebih menarik perhatian anak. Hal ini dapat dimengerti karena anak masih lebih banyak berfikir ke sesuatu yang ada diluar dirinya daripada sebaliknya yang bersifat perenungan. Dalam cerita fiksi fantasi yang menampolkan konflik antar tokoh protagonis dan antagonis, penyelesaian konflik itu pada umumnya memenangkan protagonis yang merupakan pembawa nilai-nilai moral yang idealistik.
Konflik seseorang dengan masyarakat juga tergolong konflik eksternal yang terjadi antara seseorang dengan sesuatu yang diluar dirinya. Kondisi alam yang menyebabkan konflik dapat dikelompokkan kedalam apa yang disebut antagonistic force, yang tingkat intensitasnya mulai dari sederhana dan kesharian samapai yang tergolong serius dan dramatik.
4. Latar
Menurut Lukens dalam fiksi dewasa latar dapat terjadi dimana saja termasuk didalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar. Namun, tidak demikian halnya dengan cerita fiksi anak. Dalam cerita fiksi anak hamper semua peristiwa yang dikisahkan membutuhkan kejelasan tempat dan waktu kejadiannya.
Latar menunjukkan pada tempat, yaitu lokasi dimana cerita itu tejadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial budayanya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan pristiwa terjadi. Kejelasan deskripsi latar penting karena ia dipergunakan sebagai panduan pembaca untuk ikut masuk mengikuti alur cerita dan sekaligus mengembangkan imajinasinya.
Untuk cerita fiksi anak, deskripsi tentang latar cukup penting untuk membantu anak memahami dan mengembangkan imajinasi. Apalagi jika pemilihan latar tempat itu lain daripada yang telah lazim. Cerita fiksi berkisah tentang manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan, maka latar belakang sosial budaya masyarakat yang diangkat menjadi setting cerita harus ikut terbawa kedalamnya.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. Abrams mengemukakan bahwa susut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengaranag sebagai sarana menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan sebagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah teks fiksi kepada pembaca. Jadi, sudut pandang pada hakikatnya adalah sebuah cara, strategi, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya.
Secara lebih konkret dan spesifik sudut pandang adalah siapa yang melihat, siapa yang berbicara, atau dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan. Kesesuaian sikap dan perilaku anak tersebut dilihat dari kacamata psikologi, yaitu apakah sikap dan perilaku itu sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa anak pada usia tertentu.
6. Nilai Moral
Moral, amanat, atau message dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral berurusan dengan masalah baik dan buruk, namun istilah moral itu selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang baik.
Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan petunjuk bertingkah laku. Dengan demikian, kehadiran unsur moral dalam sebuah cerita fiksi, apalagi fiksi anak, tentulah merupakan sesuatu yang harus ada.
Nurgiantoro mengemukakan bahwa dilihat dari sudut persoalan hidup manusia yang terjalin atas hubungan-hubungan tertentu yang mungkin ada dan terjadi moral dapat dikategorikan kedalam beberapa macam hubungan. Dari sudut moral dapat dikelompokkan kedalam persoalan hubungan manusia dengan dirinya, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Berdasarkan keempat hubungan tersebut moral dapat dirinci kedalam jenis-jenis tertentu, yang dapat dipandang sebagai variannya, yang secara konkret ditemukan dalam sebuah cerita, yang jumlahnya relative banyak. Teknik penyampaian moral tidak berbeda dengan teknik penyampaian tema, yaitu dapat bersifat eksplisit dan implisit, penyampaian langsung atau tidak langsung secara terang-terangan atau terselubung.
Teknik penyampaian disebut pertama bersifat menggurui sedang yang kedua membiarkan pembaca anak untuk memahami dan menemukannya sendiri. Sedangkan menurut Lukens mengemukakan bahwa hadir tidak untuk mengajar, melainkan membantu kita untuk memahami sesuatu.
Teknik penyampaian moral secara langsung pada umumnya berwujud petuah langsung oleh penulis cerita, lazimya dalam bentuk narasi, dan tidak menjadi aksi reaksi alur dan karakter tokoh. Sedangkan teknik penyampaian moral secara tidak langsung lazimnya dilakukan lewat jalinan cerita dan karakter tokoh.
Adapun jenis cerita fiksi anak adalah sebagai berikut :
1. Novel dan Cerpen
Novel maupun cerpen hadir ditengah-tengah pembaca adalah untuk menampilkan cerita. Hal itu merupakan sesuatu fakta yang tidak dapat dipungkiri. Kedua karya itu sama-sama dibangun oleh berbagai unsur instrinsik yang sama seperti penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang,dan lain-lain. Perbedaan yang paling sederhana adalah menyangkut panjangnya cerita, atau panjangnya halaman yang memuat cerita tersebut.Cerpen biasanya hanya terdiri dari beberapa halaman atau sekitar seribuan kata sedangkan novel jumlah halamannya mencapai puluhan, bahkan ratusan halaman.
Adapun penulis akan memberikan masing-masing sebuah contoh dari cerita anak tradisional dan cerita anak modern serta membandingkan kedua cerita anak tersebut. Penulis bermaksud membandingkan cerita tersebut karena ingin membuktikan mana yang lebih baik diantara kedua cerita tersebut atau yang mana yang lebih bermanfaat terhadap anak.
Cerita anak modern
Superman Kecil
Sehabis belajar Septian duduk-duduk di beranda rumah ditemani nenek, berdua mereka asyik ngobrol dan bercanda bersuka ria. Sementara papa di ruang kerja entah menyelesaikan pekerjaan kantor. Sedangkan mama asyik di dapur bersih – bersih segala peralatan dapur yang kotor.
Sungguh asyik benar mereka berdua entah apa yang dibicarakan. Kadang – kadang nenek tertawa perpingkal – pingkal melihat ulah Septian. Kadang pula giliran Septian yang tertawa melihat kelucuan neneknya itu.
“ Nek, aku kemarin melihat Harry Potter bisa terbang naik sapu. Itu sapunya beli di mana .Nek ? “ pinta Septian merengak minta dibelian sapu yang bisa terbang.
“ Yan, sapu seperti itu tidak di jual di toko, itu hanya ada di film saja, sebenarnya nggak ada sapu bisa terbang, cucuku ! “ jawab Nenek dengan lembut sambil mengusap rambut Septian.
“ Tapi temen – temen rencananya mau ngajak bapak dan ibunya mau beli sapu itu, Nek ? “
Septian masih belum puas dengan jawabanya Nenek tadi. Makanya dia terus mendesak agar Neneknya mau mengantar membeli sapu itu.
“ Ya, sudah, besok kamu tanya teman kamu, belinya di mana. Kalau tahu tempatnya biar Nenek nanti belikan ”
” Harus sekarang, Nek !. Yayan pengin segera naik sapu itu . Yayan pengin terbang kaya Superman”
” Yayan sayang, in i kan sudah malam, lagian sebentar lagi mau hujan. Tuh lihat langitnya sudah gelap, kamu nanti kehujanan bisa masuk angin ”
” Nggak apa – apa Nek, yang penting Yayan bisa terbang dengan sapu itu sekarang ”
” Lho kalau sekarang terbang, kamu akan tersesat nggak bisa pulang. Malam hari begini langitnya sangat gelap , lagian sapunya kan nggak ada lampunya. Kamu bisa nabrak pohon. Sudahlah sekarang tidur ditemani nenek, ya sayangku !. Besok nenek tak nyari, dimana yang jual sapu itu ”
” Besok ya Nek, bener lho. Aku pengen jadi Superman. Horeee. . akulah Superman ”. Septian melonjak-lonjak gembira, karena dia yakin betul besok dia akan bisa terbang mengelilingi rumah dan sekolahnya.
Mereka berduapun kini sudah berada di atas tempat tidur. Septian sudah gosok gigi dan cuci kaki dan tangan. Sementara Neneknyapun sudah tidur disebelahnya.
” Nek, bener lho besok aku dibelikan sapu Superman ya ! , nanti Nenek tak boncengin, pegangan yang kuat ya Nek !, biar nggak jatuh ” rayu Septian kepada Neneknya,
” Jangan kuatir Yan, besok pasti Nenek bonceng. Sekarang tidur dulu. Besok kamu harus bangun pagi biar tidak terlambat sekolah ” jawab Nenek. Septianpun tidak mendengarkan jawaban Neneknya itu, karena dia sudah memejamkan matanya dan tertidur pulas.
Tidak beberapa lama kemudian
” Yan, yayan sayangku, ini sapunya Nenek sudah belikan. Terbanglah ke angkasa sesukamu seperti Gatotkaca atau Superman.
” Oh, , ,Sungguh Nek ?, Aku bisa terbang ?. Aku nggak percaya ?. Lantas bagaimana cara mengendalikannya, Nek ? ”.
” Sapu ajaib ini akan menuruti kata hatimu. Sehingga untuk mengendarainya tidak sulit.
” Bawa sini Nek, aku sudah nggak sabar ”
” Hati – hati cucuku, jangan buru-buru. Meskipun sapu ajaib ini akan menuruti perintah hatimu, namun kalau tidak tenang hatimu sapu ini bisa menjatuhkanmu dan pesan Nenek sapu ini jangan digunakan untuk hal- hal yang jahat cucuku ”
” Baik Nek akan aku ingat terus pesan Nenek ”
Tanpa menunda waktu lagi, Septian segera menaiki sapu itu, yang dijepit diantara kedua kakinya sambil berteriak ” terbang ”.
Maka melesatlah sapu itu ke atas secepat kilat. Padahal Septian tidak siaga sebelumnya, sehingga terpelantinglah dia dan jatuh terjerambab.
” Septian !. kamu nggak apa – apa sayangku ? ” teriak Nenek, sambil membangunkan Septian yang baru saja jatuh bergulingan.
” Aku nggak apa – apa Nek ! ”
” Itulah kan tadi Nenek bilang jangan buru – buru mengendarai sapu ajaib ini. Gunakan pikiranmu dengan tenang maka sapu ini akan menjadi sahabatmu pergi kemana saja . Sekali lagi Nenek pesan jangan digunakan untuk tujuan jahat”
” Baik Nek akan kucoba lagi ”. Tutur Septian dan terbanglah dia kini dengan sapu ajaib yang naik ke atas dengan perlahan. Sehingga kini, baik Nenek atau rumahnyapun sudah nggak kelihatan lagi. Yang terlihat hanyalah permadani berwarna hijau dan gumpalan awan.
Sesekali Septian terbang rendah dan melesat ke kanan - kiri menghindari pepohonan, kadang pula melesat naik ke atas menembus awan. Kadang pula dia turun sambil beristirahat melepas lelah.
Saat melepas lelah itu terlihatlah pohon durian yang persis ada di depannya, dan di perhatikan semua buah-buahnya yang sudah masak. Dia sempat menelan ludah melihat buah durian yang sudah merekah dan berbau sangat menusuk hidungnya.
Tanpa pikir panjang Septian mengambil sapu ajaibnya dan dengan perlahan dia terbang mendekati buah yang sudah masak, Alangkah nikmatnya buah durian ini . aku bisa merasakan dari baunya yang harum. Oh alangkah nikmatnya. Aku bisa menghabiskan satu buah sendirian.
Tangan kanannya segera menarik buah itu dari tangkainya sedangkan tangan kirinya tetap memegangi sapu ajaib itu. Setelah ditarik sekuat tenaga, buah durian akhirnya lepas dari tangkainya dan meluncurlah ke bawah.
Namun tanpa diduga Septian sebelumnya, sapu ajaib itupun turut meluncur bersamaan dengan buah durian tadi. Maka Septianpun menjadi kaget bukan kepalang dan tangannya berusaha memegang apa saja agar dia tidak jatuh ke bawah.
” Toloooong, toloooong. .. .tolong aku Nek ! ” teriak Septian.
Teriakan Septian tadi terdengar cukup keras, hingga mambangunakan Nenek, bahkan Papa dan mama nya pun juga ikut terbangun. Mereka segera menuju ke kamar Septian untuk mengetahui kejadia apa yang melanda putra kesayangannya.
Akhirnya Septianpun cerita kepada kedua orang tuanya tentang mimpinya itu. Sehingga akhirnya Papa dan Mama nya pun merasa lega karena Septian tidak mengalami satu kejadian apapun, ternyata semua itu hanya mimpi saja.
” Makanya Septian,, kalau minta sesuatu sama Nenek, Papamu atau Mamamu jangan yang macam – macam. Sapu terbangkan hanya ada di flm Harry Potter. Ya sudah sekarang tidur lagi besok kamu sekolah ” tutur papanya.
Septianpun tidak menjawabnya, dia segera memejamkan matanya dan kinipun terlelap tidur.
Yang jelas mulai esok hari dia tidak akan manja lagi terhadap Papa dan Mama serta Nenek.








ANALISIS INSTRINSIK CERITA ”SUPERMAN KECIL”
A. Tema
Seorang anak bernama septian yang manja pada nenek nya, dia memiliki daya khayal yang tinggi, sewaktu dia menonton film harry potter dia melihat sapu yang bisa terbang,sehingga dia meminta nenek nya agar membelikan dia sapu yang bisa terbang agar dia bisa terbang seperti superman.
B. Amanat
Adapun amanat yang terdapat dalam cerita ini yaitu kita tidak boleh mengikuti hawa nafsu kita karna itu dapat membahayakan diri kita sendiri, dan kita juga tidak boleh meminta sesuatu hal yang tidak masuk akal seperti meminta sapu terbang karna sapu terbang hanya da dalam film saja atau hanya ada dalam dunia khayal sehingga itu tidak mungkin ada dalam dunia nyata.
C. Alur
Adapun alur yang di gunakan dalam cerita ini adalah alur maju mundur.
D. Latar
Adapun latar cerita ini yaitu di sebuah rumah tepat nya di dalam kamar, yang di dalam kamar ada seorang anak yang manja dengan nenek nya.
E. Penokohan
Septian : seorang anak yang manja dan mempunya imajinasi yang tinggi.
Nenek : penyayang pada cucu nya serta bijaksana.
Ayah : bijaksana dan tegas
Ibu : penyayang.



Cerita anak tradisional
PAHLAWAN DAUN CABAI
Jalan-jalan ke pematang sawah dan kebun? Di pagi seperti ini? Pasti becek dan licin. Belum lagi udara pegunungan yang menggigilkan tubuh. Brrr.. Lebih enak melanjutkan tidur sambil berselimut.
Kemarin sore Shasa baru saja tiba di rumah Yuyut. Mumpung hari senin besok tanggal merah, mama mengajak papa dan Shasa mengunjungi Yuyut yang tinggal di kaki Gunung. Yuyut itu panggilan sayang Shasa untuk kakek mama. Usianya sudah 85 tahun.
Pagi ini, matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Malas rasanya meninggalkan kehangatan selimut di tempat tidur. Namun Iyan, sepupunya, mengajaknya menikmati suasana desa di pagi hari. Walaupun awalnya segan, akhirnya Shasa mengiyakan ajakan Iyan. Mumpung sedang berlibur di desa, kapan lagi bisa menikmati indahnya pagi dengan menyusuri pematang sawah dan kebun?
Ditemuinya mama yang sedang menyiapkan sarapan. Setelah mendapat ijin, Shasa buru-buru mengganti bajunya dengan celana panjang dan kaos lengan panjang untuk menangkal udara pagi yang dingin
Bertiga mereka menyusuri jalan desa menuju pematang sawah. Delu berjalan paling depan. Shasa memandang sekelilingnya dengan kagum. Hamparan padi tampak seperti permadani berwarna hijau. Dari kejauhan terdengar kambing-kambing mengembik di dalam kandangnya. Shasa menghirup nafas dalam-dalam. Ahhh.. udara pagi di desa begitu segar. Gunung Ciremai berdiri dengan gagahnya. Bersih. Tanpa ada bagian yang tertutup awan.
“Hei.. jalannya jangan cepat-cepat dong,” seru Shasa ketika dilihatnya Delu sudah jauh meninggalkan dirinya. Dipercepatnya langkahnya. Uhh.. ternyata tidak mudah berjalan cepat di pematang sawah.
Iyan yang berjalan di belakang Shasa tertawa mendengarnya.
“Kamu terbiasa berjalan di jalanan beraspal sih,” ledek Delu sambil menghentikan langkahnya.
Shasa tidak menggubris ledekan itu. Ia sibuk berkonsentrasi dan menjaga keseimbangan tubuhnya. Beberapa kali Shasa nyaris terpeleset. Untung dengan sigap Iyan sempat memeganginya hingga ia tidak sampai terperosok ke dalam sawah.
“Berhenti dulu dong,” pinta Shasa dengan nafas sedkit terengah-engah. Ia langsung menjatuhkan diri duduk di sebuah batu besar yang ada di dekatnya. Ia yang awalnya kedinginan kini malah berkeringat. Akhirnya digulungnya lengan bajunya. Ahh.. begini lebih nyaman, katanya dalam hati. Setelah beristirahat sejenak mereka melanjutkan perjalanan.
Mereka kini berbelok menyusuri jalan kecil yang melintasi kebun. Kata Iyan, kebun ini milik Yuyut. Sesekali mereka berhenti. Delu dan Iyan bergantian menerangkan nama-nama pohon yang ada di kebun Yuyut. Ada pohon Cengkeh, Melinjo, Rambutan, Durian dan Nangka. Mereka juga memunguti bunga cengkeh yang berjatuhan. Hmm.. Shasa baru tahu rupa pohon cengkeh. Delu juga menunjukkan Cengkeh yang sudah bisa dipetik.
“Nah, yang itu namanya pohon Pisang, Sha,” kata Delu sambil menunjuk sebuah pohon.
“Yeee.. itu sih aku juga tahu,” jawab Shasa dongkol. Bibirnya yang cemberut membuat pipinya menggembung.
“Kirain kamu belum pernah lihat pohon pisang,” Delu berkata dengan kalem. “Biasanya anak kota itu kalau ke desa jadi tulalit dan norak. Padi dikira rumput. Orang sedang memandikan kerbau jadi tontonan. Malah ingin ikut memandikan kerbau. Melihat sungai jernih dengan batu-batu bersembulan langsung histeris dan turun ke sungai bermain air.”
Shasa meringis mendengarnya. Benar juga yang dikatakan Delu. Tiba-tiba Shasa mendesis sambil menggaruk-garuk tangannya yang tiba-tiba terasa gatal dan panas. Dilihatnya bentol-bentol merah bermunculan.
“Aduh.. tanganku kenapa nih?” tanya Shasa panik.
“Sepertinya kamu terkena ulat,” kata Iyan yang berada di dekatnya.
“Ulat?! Hiii…” Shasa bergidik geli. Apalagi ketika dilihatnya seekor ulat Bulu yang berada di daun Jambu di dekat tempatnya berdiri. Ia langsung melompat-lompat kegelian.
“Jangan digaruk, Sha, nanti semakin gatal,” kata Iyang melihat jari-jari Shasa tak berhenti bergerak.
“Aduh.. gatal sekali, aku tidak tahan,” keluh Shasa.
Delu yang tadi menghilang muncul dan menghampiri mereka. Tangannya meremas-remas segenggam daun.
“Pakai ini supaya tidak gatal,” kata Delu.
“Apaan tuh?” tanya Shasa tidak mengerti.
“Daun Cabai,” jawab Delu.
“Daun Cabai itu bisa meredakan gatal-gatalmu,” Iyan membantu menerangkan. Daun Cabai yang sudah hancur teremas-remas itu kemudian dibalurkan di bagian tangan Shasa yang berbentol-bentol merah. Tak lama Shasa merasa rasa gatal yang tadi menyerang berangsur-angsur menghilang.
“Bagaimana?” tanya Delu.
“Sudah tidak gatal seperti tadi,” sahut Shasa lega. “Terima kasih ya, kamu hebat deh bisa menyembuhkan gatal-gatal,” katanya lagi.
“Ah, biasa saja. Semua anak desa sini juga bisa seperti itu,” sahut Delu kalem. Namun tak urung wajahnya tersipu.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju rumah Yuyut. Wah.. Ternyata alam pedesaan bukan hanya menyimpan keindahan pemandangan tetapi juga banyak pengetahuan dan hal-hal menarik lainnya.
Mama yang menyambut kedatangan mereka terkejut melihat lengan Shasa yang masih menyisakan bentol merah.
“Wah, kalau begitu pagi ini Delu sudah menjadi pahlawan yang menyelamatkan Shasa dari bentol-bentol akibat ulat bulu,” komentar mama setelah menyimak cerita Shasa. Wajah Delu kembali bersemu merah.
“Iya, pahlawan daun Cabai karena memakai ramuan daun Cabai untuk menyembuhkan gatal gatalku,” celetuk Shasa. Mama dan Iyan tertawa mendengarnya. Ha.. Ha.. Ha..

ANALISIS INSTRINSIK CERITA “PAHLWAN DAUN CABAI”
A. Tema
Seorang anak yang tinggal di kota pergi berlibur ke rumah kakek nya di desa, disana dia bermain ke sawah bersama sepupu nya pada saat bermain di pinggiran sawah si anak kota ini terkena sengatan ulat bulu sehingga badan nya gatal – gatal.
B. Amanat
Adapun amanat dalam cerita ini adalah sesuatu yang di anggap sepele ternyata dapat bermanfaat bagi kita dan tidak selamanya anak yang berasal dari kota wawasan nya lebih luas di bandingkan anak desa.
C. Alur
Adapun alur yang digunakan dalam cerita ini yaitu menggunakan alur maju.
D. Latar
Adapun latar dalam cerita ini adalah di sekitar sawah di sebuah pedesaan.
E. Penokohan
Delu : anak yang baik dan bijaksana.
Sasha : anak yang manja dan polos.
Kesimpulan :
Menurut pendapat penulis antara cerita anak modern dan cerita anak tradisional sama-sama diminati oleh anak. Namun, dalam hal ini ternyata cerita anak tradisional memiliki tema dan amanat yang jelas dan dapat dimengerti oleh anak (pembaca) sedangkan pada cerita anak modern tidak memiliki tema dan amanat yang kurang jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar